If there is a camera why are you still trying to paint realist?”

MYSTIFIED
4 min readDec 5, 2023

--

Sulit rasanya berbelit sok dewasa untuk berfilosofi untuk di pahami, namun menjadi lugu dan mengandalkan intuisi adalah sebuah kunci dalam sebuah aliran naive.

Perlu diketahui bahwa tulisan ini tidak didasari pendapat ahli yang berlatang belakang seni. Namun seperti halnya anak kecil yang selalu mendasari dirinya dengan rasa ingin tahu, maka lahirlah pendapat yang mungkin saja sejalan dengan aliran ini.

Pada akhirnya hidup terlalu mustahil, apabila keindahan hanya milik mereka yang merasa eksklusif dengan segala keistimewaan yang tidak semua orang miliki, baik itu Teknik dan Nasib yang mujur dapat bersekolah di sekolah seni rupa yang gak semua orang bisa akses. Anyway, naïve art ini adalah sebuah pemberontakkan atas hal tersebut, walaupun balik lagi, ini hanya sebatas opini. Karena sudah hal yang pasti, bahwa ada beberapa seniman yang mempunyai Teknik yang tinggi namun lebih nyaman berekspresi dengan gaya yang terkesan sembarang ini.

Materi sedang di bawakan oleh teman-teman seru creative (Septian) kanan (Biyan) kiri

Pada sabtu tanggal 15 Juli lalu, SERU kolektif mengundang beberapa teman-teman untuk melakukan workshop Bersama, mengatas namakan kelas mereka “Kelas Rupa” workshop berjalan dengan antusias. Workshop yang di pandu oleh beberapa teman dari Seru collective dan juga teman kami Biyan seorang painter yang juga memang melabeli karya nya dengan “naivisme”. Sejujurnya karena beberapa orang bukan peserta dan kami juga tidak terlalu mendengarkan mungkin apa yang ia sampaikan, karena beberapa teman yang berdatangan cukup mendistraksi, namun tak apalah, karena hal riuh seperti ini terkadang menjadi sesuatu bahan bakar untuk sebuah acara workshop. dan juga mungkin beberapa hal tentang naivism telah kami bahas mungkin beberapa sambil minum-minum sampai pagi.

Setelah beberapa saat acara berlalu, saya teringat teman seperkawanan dalam mencipta juga berkarya dengan prinsip-prinsip serupa. Tak pikir Panjang beberapa pertaanyaan yang gak penting-penting amat tetang beberapa karyanya yang niscaya sih katanya memegang prinsip naivisme.

Simak beberapa obrolan bahas sana-sini dengan Hibat, di pertanyaan ini diberikan konteks untukmembahas karya nya yang berstatement “if there’s a camera why you still paint realist” .

namanya juga young poor artist, jadinya background nya sangat kental dengan kearifan lokal

Gimana kita bisa balik lagi ke insting yang naif, ketika dunia modern dengan segala referensi dan kemajuan nya terkadang bikin kita pesimis sama karya yang gak terlalu teknik bgt, atau dengan kata lain karya yang realist atu full teknik dan terkesan ekslusif?

Tamparan balik kembali tentang persoalan naif di era kontemporer ini yang sebenarnya sudah tidak ada lagi pengelompokan seni harus seperti apa. Lagi dan lagi ini hanya persoalan pasar dan bagaimana cara kita membentengi persepsi itu masing masing. Jelas pada akhirnya karya yang eksklusif akan jatuh kepada karya yang laku, ya dengan laku dimana mana, banyak dicari para kolektor dan agen seni apakah itu tidak terdengar ekslusif? Kembali lagi ke persoalan insting yang naif mungkin kita perlu kembali lagi ke masa kita tak mengerti apapun yang terlibat dengan diri kita, ketika karya yang disebut naif itu hadir hanya dengan karena keterbatasan teknis apakah sebenarnya karya tersebut hanyalah sebuah karya yang jelek pada akhirnya? Mungkin saya lebih bangga menyebutnya dengan karya yang jelek.

Dan karya ini ngebicarain persoalan jokes dari kata kata, ngapain lu ngelukis realis kalo emang udah ada kamera di jaman ini. Ya sebuah refleksi aja dari guanya yang emang gakbisa ngelukis realis dan bagus alias ya lukisannya emang jelek dan cacat teknis aowkwkwkwkwkwwkwow

oke, jadi menurut lo pengengelompokkan seni adalah hal yang bullshit ya boy di era kontemporer saat ini, berarti elu membentengi karya lo sendiri itu dengan persesepsi gambar jelek (naif) yang bisa dibilang tetap punya pasar karena dampak dari dunia modern yang punya akses referensi yang beragam, jadi orang bisa paham emang style nya begituwww yak?

Bukan ke bullshit sih, karena pada hakikatnya melukis itu saat ini memang adalah hal yang sangat kuno sebenarnya ditambah lagi pengelompokkan pun yasudah tapi praktik seni rupa modern sendiri pun di Indonesia masih tetap berjalan juga. Bukan membentengi malah, mungkin untuk ngebuka lebar lebar bahwa karya ini ya karya jelek kalo kita ngomongin secara teknis mbe dan gua juga udah terlepas dari naif itu karena beberapa karya terakhir gua membicarakan realitas yang nyata saat ini, jika permasalahan pasar itu pasti ada masing masingnya dan setiap perupa pun dia bisa memilih ingin menjadi seniman yang seperti apa mbe

Oke deh bats terimaksih atas bincang-bincang nya, mungkin obrolan ini bisa dinilai cukup subjektif ya, ada beberapa hal yang memang secara prinsip dipahami berbeda oleh orang lain. Namun persetan dengan opini orang banyak apabila kontribusinya dan apa yang ia buat juga nihil seperti harapan kita kepada istana.

--

--

MYSTIFIED
MYSTIFIED

Written by MYSTIFIED

Life is soup, we're a fork

No responses yet